Yetty adalah anak bungsu dari empat bersaudara yang memiliki hubungan sangat dekat dengan mamanya. Sampai-sampai ketika mama Yetty sedang ingin makan sayur asem, bukannya minta dimasakkan oleh dua kakaknya yang tinggal dekat dengan mamanya di PIK, malah minta dimasakkan oleh Yetty yang tinggal di BSD.
Meski begitu, sejak masa remaja, Yetty sudah dikirim ke Amerika Serikat untuk belajar. Mama Yetty pun beberapa kali mengunjunginya di luar masa liburan dan tetap bercengkrama melalui telepon walau ada perbedaan waktu 12 jam. Bahkan beberapa saat setelah papa Yetty meninggal, mama juga sempat tinggal bersama Yetty sekeluarga selama beberapa waktu. Bila ada sesuatu yang membuat mamanya sakit atau sedih, Yetty akan merasa lebih sakit atau lebih sedih.


Kesedihan Melanda
Mama Yetty yang saat ini berusia 86 tahun, secara keseluruhan sehat dan sering menghabiskan waktunya untuk menjahit. Namun suatu malam sekitar 10 tahun yang lalu, ketika Yetty sedang berkunjung, mama Yetty tiba-tiba mengalami kebutaan di mata kirinya. Mama Yetty menyebutkan mata kirinya tidak bisa melihat dan hanya ada warna pink, buram, lalu menjadi putih.
Dalam kepanikan, Yetty membawa mamanya ke sebuah klinik mata, tetapi karena waktu sudah menunjukkan pukul 21.00 WIB, praktek dokter sudah tutup. Keesokan harinya setelah menunggu seharian, dokter menyatakan bahwa mata kiri mamanya tidak bisa dipulihkan lagi. Di tengah kebingungan, teman Yetty menyarankan agar mama dibawa ke seorang dokter mata lulusan Jerman yang berpraktik di suatu rumah sakit (RS) di Kedoya. Di rumah sakit, Yetty meminta perawat agar mamanya diopname untuk dilakukan pemeriksaan menyeluruh.
Namun, setelah diperiksa lebih lanjut, pernyataan dokter di sini pun sama seperti dokter sebelumnya. Dokter mengatakan mata kiri mama Yetty akan mengalami buta permanen karena terdapat sumbatan pada salurannya.
Yetty menangis sejadi-jadinya. Dia memohon kepada dokter agar dapat melakukan segala tindakan yang diperlukan agar mata kiri mamanya dapat berfungsi lagi. Salah satunya, Yetty rela untuk mendonorkan matanya. Yetty khawatir bila mata kanan mamanya suatu saat juga mengalami hal yang sama.
Sang dokter pun mengajak Yetty ke ruangan lain dan menguatkan Yetty dengan membagikan pergumulan yang ia alami setelah anaknya meninggal. Beliau mengatakan bahwa seberapapun air mata yang dicurahkan tidak akan membuat anaknya hidup kembali, demikian juga dengan mata kiri mama Yetty yang tidak bisa pulih kembali. “Apa yang kamu mau kadang tidak kamu dapatkan, tapi kamu harus move-on.”
Rencana Besar
Di ruang rawat inap, mama Yetty seringkali duduk terdiam, menatap jendela yang menghadap ke sebuah apartemen. Yetty mengira mamanya memang sedang melihat apartemen tersebut. Yetty pun bertanya, “Ma, lihat apartemen itu lihat apanya?”
Mamanya berkali-kali menutup dan membuka mata kanan yang bisa melihat normal sambil berkata, “Ada rumah Tuhan, yang jendelanya lancip-lancip… Rumahnya kayak emas, warnanya bercahaya… Dingin, sejuk….”
Diselingi dengan beberapa topik obrolan yang lain, kembali mama Yetty membuka-tutup mata kanannya, “Di bawahnya banyak anak lari-lari… Ada binatang, kambing… Ada kebun bunga yang besar sekali…” Ia melanjutkan, “Ada satu orang, itu Yesus bukan ya? Dia cuma pakai kain, pakai sandal jepit.”
Yetty menduga mamanya berimajinasi dan ia kembali merasa sedih. Ia berupaya mengatasi kesedihannya dengan menangis sambil terus berdoa dan membaca ayat-ayat Alkitab, merindukan mujizat kesembuhan secara langsung (Tuhan Yesus mencelikkan mata – Yohanes 9, Tuhan Yesus mengusir setan). Terlebih lagi, mamanya belum menerima Tuhan Yesus sebagai Juruselamat.
Ketika Yetty menghubungi Pendeta David Tjioe, kala itu gembala GKY Pluit, untuk mendoakan agar mamanya dapat sembuh, “Ya, Tuhan akan sembuhkan sesuai dengan rencana-Nya, kita serahkan sepenuhnya kepada Tuhan.” Kemudian Yetty juga menceritakan apa yang disebutkan mamanya berkali-kali (semasa dirawat-inap di RS selama satu minggu, mama Yetty minimal empat kali mengutarakan hal yang sama dengan posisi duduk menghadap ke apartemen tersebut. Bahkan ketika hari sudah gelap). Pdt. David Tjioe menyebutkan bahwa mama Yetty mengalami “foreseen Heaven”.
“Kalau hari ini Tuhan tidak menyembuhkan mata mama namun Tuhan izinkan mama mengalami “foreseen Heaven”, pasti ada rencana Tuhan yang sangat besar untuk mama.”
Kerinduan untuk Mama
Hingga saat ini, mama Yetty sudah mengalami kebutaan mata kiri selama 10 tahun. Namun, masih dapat meneruskan hobi menjahitnya. Bahkan beberapa kali berkontribusi menjahit kostum untuk acara drama di gereja. Yetty juga sering mengajak mamanya beribadah di GKY Pluit. Hanya saja, mama Yetty masih belum mengaku bahwa Tuhan Yesus adalah Juruselamatnya.
Mama Yetty menganut Budha yang memuja Gohonzon, sangat setia berdoa setiap jam 12 siang dan 6 sore, bahkan terkadang ditambah berdoa di jam 12 malam. Yetty yakin bahwa bila suatu saat mamanya mau mengikut Tuhan Yesus, ia pasti akan menjadi pengikut yang sangat setia.
Pernah suatu kali, mamanya dirawat lagi di rumah sakit karena terjatuh dan membutuhkan operasi tulang panggul hingga dua kali. Operasi pertama gagal dan bahkan hampir saja mama Yetty tidak tertolong. Ketika salah satu tante Yetty yang juga seorang hamba Tuhan datang menjenguk dan melihat ke luar jendela kamar, ia melihat burung merpati hinggap di atap lobi. Sang tante lalu berkata, “Kamu percaya tidak, itu Roh Kudus lagi nungguin mama.”


Mama Yetty sering mengatakan, “Semua agama bagus, saya juga percaya Tuhan Yesus, saya percaya agama Islam, Budha, saya percaya semua…” Menanggapi itu, Yetty selalu menanamkan, “Betul Ma, semua agama pasti mengajarkan hal bagus, tapi hanya ada satu agama yang bilang bahwa keselamatan hanya melalui Tuhan Yesus.”
Yetty tahu bahwa mamanya takut akan kematian, dia menjelaskan lebih lanjut, “Kalau hari ini kita bersama-sama naik ke surga, pintunya beda lho Ma…” Karena mamanya percaya reinkarnasi, Yetty melanjutkan, “Ketika Mama menghadapi penghakiman, ketika Mama dinilai bagus bisa naik satu tingkat, tapi kalau Mama dinilai kurang bagus bisa turun tiga tingkat. Kalau Yetty sudah punya tiket pasti ke surga Ma, tinggal menjalankan sesuai tujuan tiket tersebut.”
Ketika mama Yetty melewatkan jam doanya dan merasa gelisah, Yetty pun menggunakan kesempatan ini, “Ma, kalau ikut Tuhan Yesus enak lho, kapan pun mau berdoa bisa, tidak harus terbatas pada temple dalam bentuk fisik, karena temple ada dalam hati kita semua.”
Ketika di GKY Pluit diumumkan tentang baptisan, Yetty selalu menanyakan ke mama, “Ma, kapan Mama mau dipermandikan? Tuhan Yesus tunggu Mama lho… dengan baju putihnya Yesus membuka tangan untuk Mama, “Welcome to Me.” Namun sering sekali mamanya menjawab, “Mana mungkin saya bisa dipermandikan?” Mama Yetty meyakini selama ini sepanjang hidupnya banyak pertolongan dari tuhan yang disembahnya sehingga merasa tidak adil dan sedikit khawatir suatu hal buruk terjadi jika meninggalkan keyakinannya saat ini.
Hidup Ini adalah Kesempatan
Yetty dan keluarga percaya bahwa hanya Roh Kudus yang dapat menggerakkan mamanya untuk menerima Tuhan Yesus sebagai Juruselamat. Walaupun sangat merindukan dalam waktu dekat mamanya dapat segera mengakui Tuhan Yesus, tetapi Yetty paham bahwa hanya Tuhan yang memiliki rencana dan waktu yang terindah. Yetty meyakini bahwa semua hal yang dialami merupakan kesempatan yang Tuhan berikan untuk mamanya.
Benny, suami Yetty, juga menceritakan bahwa papanya (papa mertua Yetty) menganut kepercayaan tradisional Tionghoa, menyembah banyak patung dan Thi-Kong (天公). Papa Benny selalu minta anak-anaknya ikut menyiapkan banyak makanan hingga menutupi seluruh meja untuk dipersembahkan setiap tanggal 1 dan 15 kalender China. Jika dirasa makanan kurang banyak, tidak ragu-ragu ia langsung minta anaknya untuk segera membeli makanan lagi. Setiap hari selalu taat berdoa di depan pintu selama 30 menit, mendoakan anak-anaknya satu per satu.
Saat papanya menginjak usia 70-an, Benny agak pesimistis apakah papanya mau menerima Tuhan Yesus, meski ia selalu berdoa dan sudah berusaha menceritakan kabar baik Injil. Papa Benny sudah mengalami beberapa kali stroke dan berkurangnya pendengaran serta penglihatan. Suatu hari ketika sedang dirawat di rumah sakit karena serangan stroke yang ketiga, tiba-tiba papa Benny minta dibaptis. Setelah dibuatkan janji pertemuan dengan Pdt. David Tjioe, dari pagi papa Benny sudah bersiap dan rapi. Bahkan beberapa kali menanyakan kenapa pendeta belum hadir.
Setelah Pdt. David Tjioe hadir, beliau mengajak papa Benny, “Liem xiānshēng, dengarkan saya ya, kita doa sama-sama.” Ajaib, papa Benny pun bisa dengan tepat mengikuti dan mengulang setiap kata dari doa yang diucapkan Pdt. David Tjioe. Padahal beliau sudah kesulitan mendengar dan hanya bisa mendengar bunyi berdengung setiap harinya. Dua hari setelah dibaptis kondisi papa Benny memburuk dan harus dirawat di ICU, dan berpulang ke surga hari berikutnya.
Hingga sekarang, Yetty dan Benny sekeluarga takjub akan kesempatan yang diberikan Tuhan kepada papa Benny. Waktu Tuhan Yesus dan karya Roh Kudus sungguh sangat indah. Mengingat sebelumnya papa Benny adalah orang yang sangat taat dengan kepercayaannya, namun akhirnya bersedia dibaptis dan mengakui Tuhan Yesus sebagai Juruselamat hanya beberapa hari sebelum berpulang.
Tugas Menanti
Mereka selalu merindukan mama Yetty juga menerima Tuhan Yesus selagi masih sehat agar mamanya juga selalu merasakan damai sejahtera dan tidak takut lagi terhadap kematian. Yetty dan Benny juga menyadari bahwa menceritakan tentang kebenaran Tuhan Yesus menjadi pekerjaan rumah mereka sekarang, bukan orang lain.


Selain mamanya yang masih mengeraskan hati, terbelenggu dengan keyakinannya sekarang, tantangan lain yang dihadapi adalah kakak perempuan Yetty yang masih “berebut waktu” dengan Yetty. Kakaknya mengajak mamanya beribadah ke kuil ketika Yetty ingin mengajak mamanya ke gereja. Mama Yetty kadang menelpon, “Minggu ini aku ga bisa ke gereja karena cici ngajak ke Gohonzon. Minggu depan ya ajak aku ke gereja.” Yetty berharap Roh Kudus yang menggerakkan hati mamanya untuk selalu rindu ke gereja karena ingin menikmati hadirat Tuhan Yesus.
Yetty dan Benny juga merindukan mamanya mau tinggal di BSD agar dapat lebih intensif dalam menceritakan kebenaran Tuhan Yesus dan dapat mendampinginya dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, mama Yetty bisa lebih banyak mengikuti kegiatan di GKY BSD selain ibadah Minggu. Meski saat ini masih ada beberapa kendala teknis yang terus mereka doakan, kita percaya Tuhan akan mendengarkan doa mereka dan memberikan jawaban terbaik bagi kehidupan mama Yetty beserta keluarga.
Identitas:
Nama Lengkap: Yetty
Tanggal lahir: 13 Februari 1967
Pekerjaan: Interior Designer
Pelayanan: Sekolah Minggu GKY Greenlake
Nama suami: Benny Hudiana
Tanggal lahir: 12 Februari 1957
Pekerjaan: Arsitek
Pelayanan: Kaleb GKY BSD
No Comment! Be the first one.