Kesaksian Keluarga Bapak Didit
Penulis: Lily Ekawati dan Titin Pranoto
Wajah ceria Sara dan papa mamanya, yaitu Pak Didit dan Bu Ary, mewarnai perjumpaan kami. Sukacita terdengar dari setiap kalimat yang disampaikan. Dalam waktu singkat, kami menyadari bahwa keluarga ini adalah keluarga yang selalu mengandalkan dan bergantung penuh pada Tuhan.
Sara Ditaputri adalah anak pertama dari Pak Didit Mulyo Adi Setiono dan Bu Roby Indriariati atau yang biasa dipanggil Bu Ary. Sara juga memiliki seorang adik perempuan. Ditengah kesibukannya bekerja di salah satu advertising agency, seringkali ia harus lembur demi mengejar tenggat waktu pekerjaan. “Aku sebetulnya suka teratur olahraga dan juga cukup picky masalah makanan.. Tapi kok sekitar Agustus-September 2022, aku mulai merasa badanku kurang sehat. Bahkan saat itu ada acara sama kantor ke Bangkok terpaksa gak ikut. Selalu demam menjelang sore ke malam hari. Dan akhirnya setelah konsul ke dokter beberapa kali, aku bilang ke mama dan kita cek ke Eka Hospital,” kenang Sara.
Ia diminta untuk rawat inap mulai 10 September 2022. “Di situ dokter melakukan pemeriksaan komplit, dari cek darah, X-ray, CT scan dari yang biasa sampai pakai cairan kontras dan melibatkan tiga orang dokter spesialis,” jelas Sara.
Observasi demi observasi dilakukan selama hampir satu bulan, namun dokter belum juga menemukan diagnosis yang jelas atas gejala yang dirasakan Sara. Hingga pada satu hari, salah satu dokter mencurigai adanya “keganasan” dari kondisinya dan meminta Sara untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut dengan mengambil cairan sumsum tulang belakang atau biasa disebut Bone Marrow Puncture (BMP).
“Kebetulan banget dokternya bisa tuh ga ambil dari tulang belakang tapi dari dada, jadi Puji Tuhan, ga sakit sama sekali,” kata Sara sambil tersenyum. Namun, 12 hari berikutnya adalah hari-hari yang mendebarkan, di mana kondisi Sara naik turun. Sara sempat hilang kesadaran, sementara hasil tes yang dikirim ke RS Dharmais belum selesai. Ketika akhirnya hasil BMP didapatkan, Sara dinyatakan mengidap kanker Limfoma Burkitt Non-Hodgkin yang sangat agresif, stadium 4!
Berharap Penuh Pada Tuhan
“Setelah Sara divonis kanker dan masih opname di Eka Hospital, kami tak henti-henti berdoa minta hikmat Tuhan, dokter siapa dan rumah sakit mana yang tepat untuk menangani kanker semacam ini. Akhirnya kami putuskan untuk membawa berkas Sara dan konsul dengan dokter Jeffry Tenggara di RS MRCCC Siloam Semanggi. Beliau menyarankan agar Sara dipindahkan segera, meski dokter ini juga menyatakan kalau ia tidak bisa menjanjikan apa-apa tapi akan berusaha semaksimal mungkin.
Dinihari itu juga, kami sampai di IGD jam 01:00, dan setelah melalui proses pemeriksaan, sekitar jam 02:00 pagi Sara dilarikan ke ruang HCU dengan kondisi Sara sudah sepsis. Suasana saat itu menegangkan, kami ketakutan dan hanya bisa berdoa terus menerus dalam hati,” kenang Bu Ary sang mama.
Saat itu, dokter merasa perlu untuk segera dilakukan MRI kepala, karena ada kecurigaan kanker sudah menyebar ke otak. Namun kondisi Sara yang belum sadar 100% dikuatirkan akan menyulitkan proses MRI. “Dokter menjelaskan, saat pasien di MRI perlu tenang, jadi salah satu alternatif supaya MRI Sara berhasil perlu adanya sedasi, dengan risiko bisa terjadi gagal nafas. Kalau sampai demikian, mau tidak mau ya harus dipasang ventilator,” kata Bu Ary.
Pak Didit sangat menentang saat itu. “Jadi yang bisa kami lakukan hanya berdoa mohon pertolongan Tuhan,” kata Bu Ary. Tuhan yang luar biasa baik pun menjawab doa itu. Pada hari ke-empat tiba-tiba Sara mulai sadar dan tindakan MRI pun bisa dikerjakan dengan hasil menggembirakan karena tidak ditemukan sel kanker di kepala Sara.
Namun hati mereka kembali gentar ketika dokter mendeteksi adanya infeksi di otak yang menyebabkan Sara berhalusinasi. Jika ini tidak segera ditangani dengan tepat bisa terjadi penyusutan pada otaknya. “Hari itu kami panik sekali. Tiga hal besar yang serius dan tidak pernah terbayangkan menimpa Sara: kanker stadium 4, sepsis, dan infeksi di otak,” ujar Bu Ary.
Dokter menyatakan perlu segera dilakukan kemoterapi, tapi di sisi lain kondisi Sara tidak memungkinkan. Solusi yang kemudian diambil oleh sang dokter adalah dengan tetap memasukkan kemoterapi dosis kecil terlebih dahulu untuk ‘menjinakkan’ keganasan kanker.
Setelah 20 hari masa “kemoterapi kecil” tersebut selesai, dokter mengijinkan Sara pulang untuk meningkatkan daya tahan tubuhnya sebelum langkah selanjutnya yaitu regimen kemoterapi Hyper CVAD yang akan diberikan sebanyak enam siklus. Untuk menyiapkan hati Sara, dokter meminta ia membaca jurnal medis tentang pengobatan tersebut. Ternyata efek samping dari Hyper CVAD yang awalnya akan diberikan, dapat menimbulkan komplikasi pada organ-organ vital, seperti jantung, hati, ginjal, dan paru-paru.
Penyertaan Tuhan Nyata
“Saya sangat ketakutan membayangkan apa yang harus dihadapi Sara ke depan. Namun di tengah-tengah ketakutan luar biasa itu, kisah dalam Alkitab yang dulu sering saya ceritakan di sekolah minggu tentang Sadrakh, Mesakh, dan Abednego di dalam tungku perapian tiba-tiba terbayang. Bagaimana malaikat Tuhan menyertai mereka bertiga dalam api. Tuhan seperti mengingatkan saya bahwa Dia senantiasa menyertai orang-orang yang percaya penuh kepada-Nya,” kisah Bu Ary.
Akhirnya, sebelum dilakukan kemoterapi, dokter memutuskan untuk tidak menggunakan regimen Hyper CVAD karena risikonya yang terlalu besar dan menggantinya dengan regimen Dose Adjusted EPOCH yang lebih dapat dikontrol. Regimen ini tetap diberikan dalam enam siklus lewat infus dimana tiap siklusnya berlangsung selama 6 hari 5 malam, dengan jeda waktu 21 hari. “Puji Tuhan, Sara tidak pernah mual, muntah, dan tetap bisa makan dengan baik. Kami melihat Tuhan yang bekerja, yang menopang, menguatkan dan memberkati Sara selama proses pengobatan,” tambah Bu Ary.
“Hari kelima setelah selesai kemo biasanya masuklah aku ke masa yang sangat menyakitkan, yang kusebut minggu sengsara. Tulang dan sendi satu badan sakit karena efek obat yang disuntikkan demi menaikkan leukositku. Dan lucunya, yang bisa bikin aku nyaman tidur kalau ditemenin dan dielus-elus papa. Jadi dari situ, aku melihat betapa luar biasa Tuhan mengingatkan aku bahwa aku punya orangtua yang sangat mengasihi aku. Dan aku bersyukur karena selama sakit justru ada berkat berupa quality time bersama dengan papa dan mama, hal yang mungkin terhilang karena kesibukan bekerja di waktu yang lalu,” cerita Sara.
Bukan hanya orang tua, Sara juga bersyukur atas doa, perhatian dan kasih sayang dari teman, kerabat, dan sang adik. Ketika Sara menggunduli rambut sebelum kemoterapi, adik semata wayangnya pun berempati dengan menggunduli rambutnya, padahal waktu itu ia akan segera tampil dalam Synchronize Festival 2023.
Topangan Tuhan nyata untuk Sara, sering dalam Saat Teduh, tanpa disengaja yang ia dapatkan adalah ayat-ayat tentang sukacita dan damai sejahtera. Dua hal inilah yang selalu menjadi permohonan doa Sara karena ia menyadari bahwa sukacita dari Tuhan sangat ia butuhkan dalam menghadapi proses kemoterapi yang berat dan menyakitkan.
Pergumulan Seorang Papa
“Saya tidak asing dengan rumah sakit, karena beberapa kali juga istri saya masuk keluar rumah sakit. Tapi kondisi Sara berbeda. Ketika awalnya untuk beberapa minggu dokter tidak bisa tahu apa penyakit Sara, sedangkan Sara sangat kesakitan, saya tidak tahu harus berdoa seperti apa untuk memohon pada Tuhan. Ada titik di mana saya sudah merelakan Tuhan panggil pulang Sara karena tidak tega melihat penderitaannya,” kenang Pak Didit.
Namun di tengah semua kesulitan itu, ia menyaksikan kasih Tuhan lewat kehadiran teman, kerabat, dan saudara seiman yang begitu banyak menemani, bergantian mendoakan dan memberikan penghiburan dan kekuatan.
Dalam masa itu juga ia melihat pertumbuhan kerohanian Sara. Ketika dia bertindak kurang suportif dalam menghadapi sakitnya Sara, Sara menegurnya dengan berkata “Ini adalah salib yang harus saya pikul. Kalau papa tidak kuat melihatnya, lebih baik papa tidak menemani.”
Pak Didit merasa takjub karena menurutnya tingkat kerohanian Sara sebelumnya biasa-biasa saja, namun pernyataan tadi menunjukkan bahwa Tuhan hadir dalam dirinya yang membuat imannya menjadi makin teguh.
Pada suatu waktu, Pak Didit benar-benar tidak bisa menemani Sara di rumah sakit karena terkena Covid-19 dan harus diisolasi. Namun ketika Sara menjalani proses kemoterapi dan rasa sakit mendera sekujur tubuhnya, Papanya sudah bisa menemani dengan elusan kasihnya yang mampu membuat Sara tertidur.
Menikmati Kesembuhan dari Tuhan
Dokter merencanakan total enam siklus kemoterapi untuk Sara. Setelah kemoterapi siklus ke-empat, dilakukan PET CT Scan pertama di bulan Februari 2023 dan hasilnya dokter menyatakan tubuh Sara sudah bersih dari sel kanker. Mujizat terjadi! “Aku dan mama menangis. Senang banget mendapat anugerah kesembuhan dari Tuhan. Puji Tuhan banget! Walaupun rambut hingga bulu mata rontok, kulit menjadi gosong, aku makin bersemangat menyelesaikan kemoterapi siklus kelima dan keenam yang disarankan dokter,” ujar Sara sambil tersenyum. Setelah kemoterapi siklus keenam, PET CT scan kedua kembali dilakukan di bulan April 2023 dan tubuh Sara kembali dinyatakan bersih dari sel kanker. Tidak hanya itu, hasil pemeriksaan MRI di kepala juga menunjukkan tidak ada lagi infeksi otak seperti sebelumnya. Setelah PET CT Scan ketiga pada bulan Oktober 2023, Sara kembali dinyatakan cancer-free!
Namun Sara harus tetap melakukan check-up rutin setiap tiga dan enam bulan sekali. ”Buat aku pribadi, aku merasa diajar banyak sama Tuhan, mendapat sekolah kehidupan, belajar untuk mengenal dan bergantung sama Tuhan. Bersyukur untuk semua hal yang sudah kumiliki: keluarga yang support dan juga sahabat-sahabat yang perhatian luar biasa,” cerita Sara dengan penuh semangat.
Secara manusia, jika dapat memilih, Bu Ary pasti tidak akan memilih pergumulan yang berat seperti itu. Namun dengan penuh kesadaran dan sukacita, Bu Ary belajar bahwa kita semua dapat mengalami Tuhan kita yang hidup dan besar kuasa-Nya ketika masalah kita juga luar biasa besar. Selain itu, jika Tuhan mengizinkan masalah yang begitu besar terjadi pada kita, penghiburan dan penyertaan Tuhan senantiasa hadir memberi kekuatan.
Bu Ary pun sangat merasakan hal ini. Walaupun ia sendiri memiliki berbagai masalah kesehatan, namun ketika merawat Sara yang tentunya cukup melelahkan secara fisik dan emosional, Tuhan memberi kekuatan iman dan kesehatan yang baik bagi Bu Ary. Sesuai dengan janji-Nya, “Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau.” – Ibrani 13:5b
“I will never leave you nor forsake you.”