Matius 9: 35–38
Penulis: GI. Wendy
Kita hidup dalam masyarakat pluralis dimana terdapat pemahaman bahwa semua agama itu adalah sama saja—sama-sama mengajarkan kebaikan. Benarkah Alkitab mengajarkan demikian? Apakah yang membedakan perbuatan baik Kristen dan non-Kristen? Setidaknya ada dua:
- Dilihat dari tujuannya: Alkitab mengajarkan bahwa perbuatan baik bukanlah supaya kita dibenarkan atau untuk mendapatkan keselamatan, tetapi perbuatan baik karenatelah dibenarkan dan diselamatkan.
- Dilihat dari sumbernya: Perbuatan baik orang Kristen bersumber tidak hanya dari dirinya tetapi dari luar dirinya: Yaitu Allah. Dan unsur yang membedakan itu kita kenal dengan sebutan compassion atau belas kasihan.
Belas kasihan adalah turut merasa iba dan kasihan melihat orang lain menderita. Di dalam bahasa Inggris, compassion memiliki makna yang lebih dalam: Yaitu turut merasakan apa yang orang lain rasakan, turut menderita, be suffer with. Boro-boro mau ikut merasakan penderitaan orang lain, penderitaan diri sendiri saja kita hindari, apalagi penderitaan orang lain. Maka melalui renungan ini, kita bersama-sama akan melihat bahwa compassion berbicara tentang sebuah seni orang Kristen dalam ikut mengambil bagian di penderitaan orang lain.
Compassion sejati bukanlah sekadar hanya sebuah usaha membuat orang lain senang, bahagia, bisa tertawa, lebih kaya, pintar, dan lain sebagainya. Compassion yang sejati adalah membawa manusia kembali kepada Allah. Belas kasihan itu muncul karena melihat orang-orang yang hidup di luar Allah atau bahkan tanpa Allah. Inilah tantangan besar di dalam hidup kita sebagai orang Kristen, dimana Tuhan tempatkan dalam peran atau profesi apa pun kita hari ini, untuk memiliki compassion kepada mereka yang belum mengenal Tuhan Yesus.
Matius 9: 35–38
Pasal 9: 35 yang kita baca mirip dengan 4: 23. Hal ini membentuk sebuah frame atau bingkai bagian di tengahnya, yaitu fokus pelayanan Tuhan Yesus:
- Tuhan Yesus mengajar
- Memberitakan Injil Kerajaan Surga: fokus pelayanan Tuhan Yesus
- Melenyapkan segala penyakit dan kelemahan
Kalau kita melihat isi dari bingkai ini, menurut saudara, apa yang membuat Tuhan Yesus begitu giat mengajar? Apa yang membuat Tuhan Yesus tak henti-hentinya berbicara mengenai Injil Kerajaan Allah? Apa yang membuat Tuhan Yesus mau hidup bersama dengan orang-orang lemah dan melenyapkan segala penyakit dan kelemahan? Matius menyimpulkan alasan Tuhan Yesus mengerjakan semuanya itu: Melihat orang banyak itu, tergeraklah hati Tuhan Yesus oleh belas kasihan(Matius 9: 36).
Kata “tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan” atau “splagchnizomai” berasal dari kata splanxna yang berarti ‘bagian dalam’ terutama isi perut seperti jantung, paru-paru, hati, ginjal. Secara implisit compassion ini berarti digerakkan oleh sesuatu yang berasal dari dalam; bukan sekadar respons luar yang kelihatan sedih karena kasihan, bukan perasaan sepintas lalu.
Mengapa hati Tuhan Yesus tergerak oleh belas kasihan? Hati-Nya tergerak oleh belas kasihan karena umat-Nya seperti domba-domba yang tidak bergembala. Inilah yang membedakan compassion Kristen yang sejati dengan compassion lainnya: yang mereka butuhkan bukan sekadar kesehatan fisik dan mental, kebutuhan makanan, minuman, tempat tinggal, sandang pangan papan, dan lain-lain. Yang mereka butuhkan adalah Sang Gembala Agung, yaitu Tuhan Yesus Kristus.
Belas kasihan yang menuntut “turut menderita atau merasakan bersama” bahkan dibuktikan oleh Tuhan yang turut merasakan dan menderita bersama-sama dengan umat-Nya. Belas kasihan Tuhan Yesus adalah alasan Dia tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan; belas kasihan Tuhan Yesus adalah alasan Dia rela mengosongkan diri-Nya sendiri dan mengambil rupa seorang hamba dan menjadi sama dengan manusia; belas kasihan Tuhan Yesus adalah alasan Dia rela mati, bahkan mati di kayu salib, menggantikan hukuman kita.
Di zaman sekarang, bukan hanya para rohaniwan, tetapi segenap orang yang beriman pada Kristus juga adalah para pekerja atau pelayan itu. Kita harus melakukan pekerjaan-pekerjaan yang telah Tuhan Tuhan Yesus lakukan di dalam dunia, yaitu: mengajar, memberitakan Injil Kerajaan Allah, dan menjadi alat untuk memulihkan keadaan manusia. Pelayanan yang sejati adalah pelayanan yang digerakkan bukan hanya oleh kemampuan yang kelihatan, tetapi berasal dari hati yang berbelas kasihan.
Implikasi:
- Masihkah hati kita tergerak oleh belas kasihan kepada jiwa-jiwa yang terhilang dan belum mengenal Tuhan Yesus?
Di sekitar kita banyak jiwa-jiwa yang sungguh-sungguh membutuhkan Juru Selamat. Tidak terhitung banyaknya dan hampir setiap hari kita menjumpai mereka. Di gereja, di keluarga, teman-teman kita, dan tempat-tempat umum. Banyak di antara mereka ada domba-domba tidak bergembala. Siapakah yang akan membawa mereka pada Allah?
Kapan terkahir kali hati kita tergerak oleh belas kasihan karena melihat mereka seperti domba tidak bergembala? Kapan terkahir kali hati kita menangis melihat domba-domba itu? Apakah kita melihat mereka biasa-biasa saja dan tidak ada desakan Tuhan untuk memberitakan Injil? Atau mungkin hati kita begitu keras dan menolak desakan Tuhan untuk memberitakan Injil?
- Masihkah hati kita tergerak oleh belas kasihan melihat orang-orang di sekitar kita yang membutuhkan sentuhan kasih secara langsung dan konkret?
Belas kasihan seharusnya menjadi motor penggerak kita mengerjakan panggilan kita dalam peran apa pun kita hari ini. Sebuah kacamata seperti Tuhan Yesus yang melihat orang-orang yang kesulitan dan membutuhkan uluran tangan. Tuhan Yesus tidak menghitung-hitung berapa harta yang Ia akan dapatkan jika menyembuhkan orang; Tuhan Yesus tidak menimbang-nimbang berapa banyak follower akan bertambah jika mengkhotbahkan Injil; Tuhan Yesus melihat kepada pribadi, kepada jiwa yang membutuhkan, kepada mereka yang terhilang.
Kenyamanan, keamanan, kebutuhan, masalah hidup; dapat menjadi tantangan bagi kita untuk mengerjakan panggilan kita dengan belas kasihan. Musuh besar dari belas kasihan adalah hitung-hitungan—padahal sebenarnya cukup.
Bahan Renungan:
Bila hati dan hidup kita telah mengalami belas kasihan Tuhan dan seluruh hati dan pikiran kita dikuasai oleh Tuhan, maka compassion akan menjadi gaya hidup. Ini menjadi ciri khas kita di mana pun kita berada: di gereja, keluarga, di masyarakat, dan di mana pun dan kapan pun Tuhan tempatkan kita. Cara kita hidup tidak akan pernah sama. Spiritualitas kita diuji ketika Tuhan menaruh domba-domba yang tak bergembala di sekitar kita. Dan untuk itulah Tuhan izinkan kita hadir di dalam peran dan profesi kita masing-masing: Bukan sekadar bekerja dan beraktivitas, tetapi menerapkan nilai-nilai kekristenan dan orang lain dapat merasakan berkat-Nya.
No Comment! Be the first one.