Sluuuurrrppp…..! Sambil menyeruput Tau Kua Heci, seketika ingatan saya mengalir ke kenangan saat saya dinas di Sumatera Utara, sekitar 19 tahun lalu, ketika saya mencoba makanan ini di daerah Binjai.
Dalam bahasa Tiociu, “Tau Kua Heci” adalah makanan berupa tahu dan kaya akan udang, serta ditambah kuah atau saus. Seporsi Tau Kua Heci berisi bakso, tahu kuning goreng, mie, dan yang pasti udang goreng tepung, bakwan udang, dan heci – sejenis kerupuk atau rempeyek dengan potongan udang. Mirip dengan siomay, bedanya di Tau Kua Heci ada kombinasi antara saus tomat dan beberapa bumbu tambahan, serta biasa disajikan dengan tambahan sayuran cincang berupa kangkung dan toge rebus.


Terkesan enak nggak? Ehmm… Bukan, saya bukan mau membahas soal makanan. Namun, coba bayangkan bagaimana seandainya Anda diundang teman untuk makan tau kua heci yang nikmat itu? Atau diajak ketemu di kafe yang lagi hype buat ngopi atau ngeteh.


Apalagi Anda sudah bertahun bahkan berpuluh tahun tidak bertemu dengan si teman. Senang, bukan?
Begitupun saya. Saya senang bertemu, bernostalgia, dan mengobrol dengan teman-teman lama. Apalagi dengan teman sekolah, di kala masih polos dan tidak ada agenda tersembunyi selain main, belajar, dan menikmati masa muda (saya mengaku belum tua, lebih milih dipanggil “Ko” atau nama saja, jadi tolong jangan panggil saya “Om” 😛).
Realitanya, di dunia kita berada, apalagi di dunia bisnis, ada istilah “no free lunch” alias tidak ada makan siang gratis. Orang yang baik kepada kita umumnya ada maunya atau –
meminjam peribahasa masa lalu: “Ada udang di balik batu/ bakwan” (saya sih lebih memilih di balik tau kua heci karena udangnya lebih banyak…hehe…).
Dekat dengan orang lain, biasanya ada maunya. Ujung-ujungnya mungkin diminta sesuatu atau ditawari suatu barang dengan hard selling (no offense, kadang kita memang memiliki atau benar-benar memerlukan barang tersebut, jadi sah-sah saja bila masih dalam batas wajar). Bahkan ada pula yang memang baik hanya pada saat butuh atau memanfaatkan kebaikan kita untuk kepentingan yang bersangkutan. Saat sudah tidak dibutuhkan, “bye-bye”.
Hal tersebut juga pernah saya alami di tempat kerja. Seorang atasan pernah menyuruh saya memanfaatkan kelemahan orang lain dengan istilah “take it to your advantage”, suatu trik mendapatkan order yang belum pernah saya pikirkan sebelumnya. Trik yang tidak mau saya lakukan karena hati nurani melarang dan tidak ada damai sejahtera di dalamnya.
Bagaimana dengan hubungan kita dengan sesama jemaat di gereja? Apakah kita memiliki teman akrab? Apakah ada teman untuk berbagi suka-duka?
Berkaca ke 17 tahun lalu, kali pertama saya menginjakkan kaki di GKY BSD, hampir mustahil rasanya mendapatkan teman akrab, yang tulus dan bisa berbagi. Sebagai pendatang baru (bukan lahir dan besar di BSD), saya mengamati bahwa semua orang sibuk dengan kegiatan dan komunitas masing-masing. Kebanyakan teman pria tampaknya sudah memiliki pasangan dan sibuk pula. Sementara bergaul dengan lawan jenis malah menuai gosip. Serba salah.
Apakah saat ini keadaan sudah berubah dan ada teman-teman yang tulus? Saya harap demikian dan saya selalu terbuka untuk teman-teman yang juga terbuka untuk persahabatan. Beruntung di gereja kita ada persekutuan Remaja dan Pemuda, CGF, berbagai pelayanan, tempat bercengkrama di Smyrna Cafe & Bookstore, dan serangkaian upaya gereja untuk mendekatkan persekutuan sesama jemaat. Bagi yang belum mendapatkan jodoh, mungkin bisa bertemu belahan hatinya di gereja (mungkin perlu bikin event khusus ya?), daripada bertemu di rumah ibadah agama lain atau tempat lainnya… 😀
Namun, yang paling saya harapkan adalah sesama jemaat bisa dan mau meluangkan waktu sehabis kebaktian. Menyenangkan rasanya melihat jemaat mau mingle alias berbaur, tak sungkan mengobrol, dan membuka diri untuk saling mengenal. (Saya seringkali “mingle” di saat bertemu mitra bisnis baru di acara “networking”, biasanya di luar negeri/ dilakukan oleh ekspatriat di Indonesia, sambil ditemani makanan dan minuman ringan.
Bila kita menelaah Alkitab, ingatlah cara hidup jemaat pertama di dalam Kisah Para Rasul 2:46, “Mereka memecahkan roti di rumah masing-masing secara bergilir dan makan bersama-sama dengan gembira dan dengan tulus hati”. Rindukah Anda akan persekutuan seperti ini? Bila iya, Anda tidak sendiri.
Kiranya Tuhan menghangatkan hati kita semua. Tuhan memberkati.
***
No Comment! Be the first one.