Christlikeness Movement (C-Movement) mulai dibagikan dan digumulkan bersama Hamba Tuhan, Majelis, Pengurus, dan Pemimpin CGF sejak Juli 2023. Pada Februari 2024, seiring ulang tahun GKY BSD ke-31, C-Movement dicanangkan menjadi arah gerakan bagi seluruh perjalanan gereja. Marilah kita bersama-sama memahami apa sebenarnya yang melatarbelakangi saya sebagai gembala GKY BSD membagikan dan memulai visi ini.
Pergumulan panjang tentang Christlikeness Movement sebenarnya berawal dari rasa frustrasi saya akan kehidupan Kekristenan. Sebagai contoh, sebenarnya banyak orang Kristen yang tahu akan kebenaran Firman Tuhan dari ibadah setiap Minggu, tapi dalam penerapannya di kehidupan sehari-hari terdapat jurang pemisah yang besar, yang disebut dengan “Celah Pengudusan” atau “Sanctification Gap”. Saya pernah berada di titik puncak frustasi karena melihat orang Kristen tidak berubah, seolah apa yang telah dikhotbahkan sia-sia saja. Orang Kristen tahu akan banyak hal, tapi pengetahuannya tidak berdampak dalam hidup mereka. Khotbah dan pengajaran-pengajaran, Sekolah Alkitab Malam, dan lainnya yang begitu banyak, untuk apa kalau tidak berdampak dan tidak mentransformasi kehidupan kita?
Kegelisahan rohani ini membuat saya keluar dari gereja sebelumnya dan masuk ke GKY Greenville pada 15 Januari 2006. Di sini saya semakin menggumuli isu spiritualitas, sehingga saya dan beberapa rekan merumuskan Gerakan ALIFE (Abundant Life – Hidup yang Berkelimpahan) yang diambil dari Yohanes 10:10. Kegelisahan ini kemudian diformulasikan dan menjadi semakin matang hingga pada akhirnya muncullah C-Movement.
Untuk lebih memahami C-Movement, tim Nafiri mengajukan beberapa pertanyaan yang saya jawab dalam pemaparan berikut:
Mengapa harus menjadi “gerakan” (movement) dan tidak cukup sebagai suatu pengajaran saja?
Movement berbeda dengan program. Sebuah gerakan menyerap ke seluruh komponen gereja. Mulai dari khotbah Minggu, kelompok kecil, serta berbagai kegiatan saat berkumpul dan berelasi. Ada movement berarti ada integrasi pada seluruh hal dan membutuhkan waktu yang panjang, di mana tujuan akhirnya adalah sebuah culture dan spirit baru yang menjadi gaya hidup (lifestyle). Sedangkan program hanya berfokus pada kegiatan dan ada rentang waktu tertentu yang lebih singkat.
Apakah Christlikeness Movement adalah yang pertama kali dicanangkan di GKY BSD selama rentang waktu Pdt. Tommy menjadi gembala di banyak gereja GKY sebelumnya?
C-Movement berakar dari gerakan ALIFE di GKY Greenville. Kemudian saya mengambil studi lanjut mengenai spiritual formation di Biola University, La Mirada, Los Angeles, Amerika Serikat. Saat saya kembali ke Indonesia dan melayani, GKY Kelapa Gading telah memulai C-Movement ini, namun memang di GKY BSD-lah kemudian terjadi penyempurnaan. Hal ini didukung dengan bahan yang orisinil dan sistematis dari pemikiran serta pergumulan saya.
Apa hubungan movement tersebut dengan profil gereja dan demografi jemaat GKY BSD?
Berdasarkan interaksi saya dengan berbagai gereja, pekerjaan rumah gereja itu sama sepanjang zaman, yaitu isu sanctification gap. Jemaat setia mengikuti semua kegiatan gereja, tapi hanya sekitar 10 persen dari seluruh hidupnya berinteraksi dengan Tuhan, sedangkan 90 persen waktu kita ada di dunia. Jadi sebenarnya kita lebih dibentuk oleh dunia. Discipleship seluruh gereja, tujuan akhirnya adalah C-Movement.
Keunikan daerah BSD sebagai daerah berkembang, di mana demografi penduduknya cenderung well educated, serta komposisi remaja dan pasangan muda lebih banyak dibandingkan generasi tua, menjadikan jemaat GKY BSD adalah jemaat yang senang belajar. Melalui C-Movement ini, diharapkan latihan rohani bisa menjadi culture dan lifestyle GKY BSD agar dapat mengendapkan apa yang sudah dipelajari.
Mengapa gerakan ini harus dibagi menjadi 3 bagian: With Christ, Like Christ, For Christ? Apa sebenarnya yang menjadi dasar filosofis dan teologisnya?
Ketiga hal ini merupakan “logical flow” dari proses Christlikeness. Banyak orang Kristen yang langsung diajak untuk melayani ketika baru datang ke gereja – jadi loncat ke bagian “For Christ”, padahal seharusnya ini menjadi tujuan akhir. Kenyataannya, kadang terjadi gesekan dan muncul kekecewaan dalam pelayanan hingga seseorang yang tadinya melayani akhirnya memutuskan untuk meninggalkan gereja dan bahkan bisa meninggalkan Tuhan.
Sebenarnya melayani itu adalah “buahnya”. Kalau buah tidak mempunyai akar dan proses yang baik, akan menjadi masalah. Itulah sebabnya bicara mengenai Christlikeness dimulai dengan With Christ yang adalah akarnya. Kita harus benar-benar tinggal di dalam Kristus, ‘bersama dengan Kristus,’ terus-menerus ada di dalam Dia. Jika hal ini sudah terbentuk, orang akan hidup bagi Kristus.
Dari with menjadi for akan melalui proses “Like Christ”. Jika proses Like Christ terjadi, maka otomatis seseorang akan menjadi “Little Christ”. Jadi, jika akar sudah kuat dan berdiri teguh, maka ketika terjadi gesekan dalam pelayanan, orang tersebut akan tetap terus melayani dan terus menjadi berkat.
Dengan kondisi jemaat GKY BSD yang sangat beragam, bagaimana strategi Mushi agar gerakan ini dapat mudah dipahami oleh siapapun dan menjadi sebuah DNA dalam hidup jemaat?
Awalnya saya membagikan visi ini dengan rekan Hamba Tuhan dan setelah berlanjut ke majelis, lalu ke kelompok CGL. Setelah semuanya sudah memberikan “lampu hijau” dan berkomitmen untuk menjalankannya bersama-sama, barulah kemudian dibagikan ke seluruh jemaat dan menjadi sebuah gerakan bersama.
Jemaat kemudian diharapkan mengikuti tiga tahapan: Khotbah Minggu (level 1) dengan latihan rohaninya; kemudian ada pendalaman lebih dalam di Doa Rabu (level 2) di mana jemaat yang tidak bisa hadir bisa mengikutinya secara online. Level ketiga berupa kelompok kecil dalam CGF di mana terjadi interaksi kelompok yang semakin mempertajam apa yang disampaikan. Ketiganya membutuhkan sebuah komitmen pribadi. Kurikulum C-Movement kemudian terintegrasi dan diimplementasikan di semua komisi.
Dan yang penting adalah spirit-nya. Tidak mudah memang membentuk C-Movement menjadi DNA setiap jemaat. Dibutuhkan keinginan untuk belajar melalui proses yang panjang. Hamba Tuhan ibarat orang tua yang mendidik anaknya, harus panjang sabar menghadapi level kerohanian jemaat yang berbeda-beda. Just keep on the right track.
Apa tantangan yang Mushi lihat saat ini bagi sebuah gereja pada umumnya dan secara khusus tantangan bagi gereja GKY BSD sekarang?
Kita berada di tengah impitan dunia. Interest hati kita cenderung ke dunia. Dengan adanya gadget dan akses internet di mana-mana – bahkan saat beribadah di gereja, meski tubuh hadir di gereja tapi nyatanya kita justru sedang update ataupun browsing sosial media. Pertanyaannya apakah kita mau mengambil komitmen, mendisiplinkan diri untuk mengambil langkah menuju level kerohanian yang lebih?
Kita sedang tarik-menarik dengan dunia yang sangat menarik ini. Tantangannya, bagaimana kita bisa tetap rohani? Keinginan kita memang lebih condong ke dunia. Keinginan rohani jika tidak dipelihara, maka jangan pernah bermimpi hidup kita akan berubah atau menjadi “Little Christ”. Itu hanyalah omong kosong.
Sebagai gembala, saya hanya bisa mendorong. Bahkan Hamba Tuhan juga kadang terjebak dalam padatnya kegiatan agama semata, sehingga apakah hidupnya mencerminkan kehidupan sebagai “Little Christ” di tengah dunia ini?
Apakah Christlikeness Movement adalah cara Mushi merespon tantangan-tantangan tersebut?
Ya, benar sekali. C-Movement adalah sebuah solusi terbaik dalam seluruh discipleship. Bukan tentang programnya, tapi lebih ke spirit-nya. Christian Spirituality menjadi jawaban bagaimana kita bisa eksis di dunia ini dan menjadi garam dan terang dunia. Jika jemaat betul-betul menjalani dan berkomitmen, pasti jemaat akan berubah.
Apakah ada gereja yang mirip-mirip menjalankan C-Movement?
Gerakan-gerakan serupa C-Movement sebenarnya sudah ada sejak dulu, seperti Kelompok Kecil di persekutuan kampus ataupun berbagai gereja lainnya. Namun, kadang kala kita terjebak hanya kepada aktivitas atau kegiatan kelompok kecil tersebut dan mengabaikan spirit-nya. Oleh karena itu, melalui latihan rohani diharapkan kita sungguh menyadari dan peka terhadap bibir mulut maupun tingkah laku dan respons kita. Latihan rohani dalam C-Movement beberapa bulan terakhir ini bersifat jurnal di mana melaluinya kita diminta untuk:
- Introspeksi diri
- Memperhatikan orang di sekeliling
- Memberikan blessings
Semua harus dilakukan dengan penuh kesungguhan dan kesadaran untuk menjadi semakin serupa Kristus.
Bagaimana cara Mushi melakukan evaluasi dari gerakan ini agar dapat mengetahui efektivitasnya dan dapat terus melakukan peningkatan yang berkesinambungan?
Supaya terukur, akan diadakan evaluasi berupa angket bagi jemaat. Semua jemaat harus mengetahui visi dengan jelas, dan kemudian mengambil langkah selanjutnya dengan benar.
Apa kerinduan Mushi yang paling esensial dengan gerakan ini?
Saya sangat berharap jemaat harus menjadi seorang Kristen yang resah dan gelisah dengan hidup kerohanian dan imannya. Misalnya gelisah akan pikiran negatif, tutur kata, penguasaan diri, kesabaran, kemurah-hatian, dll.
Kegelisahan itu harus membuat kita mengambil langkah pertama untuk mau berubah, dan kemudian terus untuk berjalan tanpa menyerah, mau membayar harga dan berkomitmen. Setelah itu harus ada sebuah tindakan nyata dengan mengikuti kebaktian doa Rabu dan CGF.
Melalui semua ini, maka sama seperti orang tua yang mendidik anak-anak dengan penuh kesabaran serta tidak pernah frustasi. Semuanya ini pada akhirnya membentuk pola hidup kita sehari-hari, dan kemudian menjadikannya sebuah culture. Jadikanlah C-Movement ini sebagai kebiasaan spiritual yang menyatu dengan semua kehidupan kita.
(Seperti disampaikan oleh Pdt. Tommy Elim kepada Lislianty Lahmudin)
No Comment! Be the first one.