Kematian adalah sebuah kepastian. Setiap kehidupan memiliki masa berlaku yang akan berakhir pada satu waktu. Merasakan kematian dari seseorang yang dikasihi adalah sebuah bagian dari perjalanan kehidupan yang pasti kita lalui. Beberapa dari kita mungkin baru saja kehilangan sosok penting dari keluarga atau kerabat atau rekan terdekat. Rasa duka yang masih kita rasakan adalah hal yang wajar, terlepas dari berapa lama orang itu sudah meninggalkan kita.
Memahami duka
Duka adalah sebuah respons alami dari kehilangan. Duka adalah rasa sedih dan susah hati yang kita rasakan terutama saat orang yang kita cintai dan kasihi meninggalkan kita. Duka adalah sebuah pengalaman emosional yang menguras mental. Namun, duka juga merupakan sebuah proses penyembuhan. Dan setiap orang bisa merasakan duka dengan cara yang tak sama.


Sebuah rasa kehilangan yang besar akan mengikuti orang yang ditinggalkan dan memaksa mereka untuk belajar memulai kembali tanpa sosok orang yang sudah meninggalkan mereka. Bagi orang yang ditinggalkan, duka merupakan sebuah proses untuk belajar kembali akan kehidupan.
Respon manusia terhadap kehilangan
Reaksi dan respons seseorang berbeda-beda saat menghadapi sebuah kehilangan. Hal ini bergantung dari situasi dan lingkungan yang ada dan dari keterikatan kita dengan orang yang meninggalkan kita. Semakin besar dan dalam ikatan kita, maka akan semakin besar rasa kehilangan yang bisa kita rasakan. Dalam sebuah hubungan, biasanya rasa kehilangan orang tua, pasangan atau bahkan anak, akan lebih berat kita rasakan dari pada saat kita kehilangan seorang teman atau kenalan yang jarang kita temui.
Sebuah penelitian menyatakan bahwa sebuah kehilangan yang tiba-tiba dapat menyebabkan rasa shock dan panik, rasa tidak percaya, rasa bersalah dan sedih, bahkan kemarahan dan kekhawatiran. Secara biologis tubuh kita akan merespons dengan rasa tubuh yang lemah, nafas yang pendek, badan terasa sakit, kelelahan dan kehilangan nafsu makan, serta kesulitan untuk tidur.
Secara mental, kehilangan dapat menyebabkan rasa frustrasi, depresi, perubahan mood, hilangnya keinginan untuk berinteraksi atau berkomunikasi secara sosial dengan orang lain, bahkan rasa ketidak-inginan dan berat untuk melanjutkan hidup. Rasa menyesal memenuhi hati kita. Kita berusaha mengulang kembali waktu untuk menyampaikan berbagai ucapan, tindakan dan hal-hal yang belum sempat kita berikan untuk orang tersebut.
Rasa sedih dan kesepian yang intens juga akan terus menghantui saat kita teringat kembali akan kenangan-kenangan kita bersama orang tersebut. Namun, semua respon ini adalah hal yang wajar dan akan terus berubah seiring dengan berjalannya waktu.
Menghadapi kehilangan
Sebelum kita mampu melewati proses duka, kita harus dapat mengakui dan menerima terlebih dahulu duka yang kita rasakan pada saat ini. Mengakui bahwa ini semua membuat kita terluka. Mengakui bahwa kita sedang merasa kehilangan, sedih atau marah, dan merasa bersalah. Menerima bahwa ini semua bukanlah sebuah mimpi buruk, melainkan sebuah kenyataan yang harus kita lalui dan tak dapat kita ubah.
Setiap orang menerima dan mengekspresikan kehilangan dengan caranya masing-masing. Sebagian mungkin menuangkannya dalam tangisan, beberapa mungkin melalui tulisan, musik, foto atau gambar dan lain-lain. Beberapa orang mungkin merasa perlu bertemu orang lain dan bercerita, sedangkan beberapa yang lain merasa perlu memiliki waktu sendiri.


Hanya diri kita sendiri yang dapat mengontrol apa yang kita rasakan, namun di sisi lain, dukungan dari orang lain dan komunitas akan sangat berarti bagi kita yang kehilangan. Kita perlu mengetahui bahwa kita tidak berduka sendirian dan ada orang lain yang merasakan hal yang sama. Ketika kita merasa tidak lagi mampu bertahan sendirian menghadapi kenyataan, penting untuk mencari pertolongan.
Menolong diri dengan pertolongan Tuhan
Tapi pada akhirnya tidak ada pertolongan manusia yang sesempurna pertolongan Tuhan. Penghiburan dari Tuhan dapat menerbitkan langit cerah di tengah mendung kelam yang kita rasakan.
“Mata Tuhan tertuju pada orang-orang benar, dan telinga-Nya kepada teriak mereka minta tolong; wajah Tuhan menentang orang-orang yang yang berbuat jahat untuk melenyapkan ingatan kepada mereka dari muka bumi. Apabila orang-orang benar itu berseru-seru, maka Tuhan mendengar, dan melepaskan mereka dari kesesakannya. Tuhan itu dekat kepada orang-orang yang patah hati, dan Ia menyelamatkan orang-orang yang remuk jiwanya.” (Mazmur 34: 15-18)
Dengan bersandar pada pertolongan Tuhan, kita akan memiliki kekuatan dan harapan untuk mulai menolong diri kita sendiri. Perlahan kita akan berusaha bangkit untuk memulai hidup yang baru, beradaptasi kembali dengan kehidupan tanpa sosok yang kita kasihi, merangkul setiap kenangan yang ada dan menjadikannya pacuan untuk hidup dengan lebih baik, dan mengalihkan kasih yang belum sempat kita berikan kepada orang yang meninggalkan kita untuk diberikan kepada orang-orang yang masih ada saat ini.
Kita tidak akan dapat melupakan seseorang yang kita kasihi dengan begitu mendalam. Namun kita dapat mengingat kembali orang-orang yang sudah meninggalkan kita dalam kenangan-kenangan yang baik. Kita dapat memohon pertolongan Tuhan untuk menyudahi segala penyesalan yang masih ada. Lalu perlahan waktu akan menunjukkan jalan kehidupan yang baru. Dengan menerima bahwa segala sesuatu ada waktunya dan segala sesuatu ada masanya, kita harus menjalani kehidupan yang baru dengan penuh kasih dan sukacita. Hingga pada akhirnya nanti kita berkumpul kembali dengan orang-orang yang kita kasihi di rumah Bapa di surga.
“Grief is really just love. It’s all the love you want to give, but cannot. All that unspent love gathers up in the corner of your eyes, the lump in your throat, and in that hollow part of your chest. Grief is just love with no place to go.” – Jamie Anderson
***