oleh : Melvin
Sewaktu jari-jemari nan kecil mengait terlipat satu.
Mata tertutup, kepala tertunduk dalam permohonan membelah langit dan bumi.
Terucap kata-kata di ujung percakapan:
“Datanglah Kerajaan–Mu, jadilah kehendak-Mu, Tuhan.”
Aku tertancap pada satu arah panah titik kepasrahan iman,
meyakini ada satu titik bulatan kehendak yang sempurna.
Melampaui permohonan dan harapan terberat yang terasa paling sempurna.
Kerajaan dan kehendak ALLAH SANG PENGUASA hadir di tengah-tengah relung kehidupanku.
Namun,
Inikah sungguh yang diharapkan?
Inikah sungguh yang diinginkan anak-anak manusia?
Sementara roda-roda besi waktu terus berputar mengikuti pacu detak jantung kita.
Dalam kebenaran mutlak itu,
seringkali hati terasa pedih.
Air mata jatuh berderai.
Paku-paku kekecewaan meninggalkan luka nan dalam.
Bermaknakah? Bermakna.
Ketidak-mengertian?
Pergumulan dan pergulatan dalam argumentasi.
Antara benar dan tidak.
Antara baik dan tidak.
Menurut siapakah?
Kegoncangan nurani dalam kebingungan,
kebingungan dalam kecemasan,
kecemasan dalam ketakutan,
semangat dalam dera keletihan,
keletihan dalam mencoba kuat,
dan…kepasrahan meski tetap lamban dan tak mengerti.
DIA, Allahku…
Memberi tidak seperti yang kuingini dan mohonkan.
DIA, Allahku…
Menjawab tidak seperti yang kupikirkan dan bayangkan.
DIA, Allahku…
Mengabulkan apa yang tidak terdaftar dalam tulisan panjang keinginanku.
DIA bertanya, ”Kau cari apa dan di mana? Kerajaan-Ku? Kehendak-Ku? Yang seperti apa? Di benak perasaan dan pikiranmukah?”
DIA bertanya, ”Di manakah dan ke manakah engkau saat AKU bersama dengan kaum papa paling marjinal, terhina, tersakiti dan menderita dianiaya?
Di manakah dan ke manakah engkau saat AKU mengalami saat yang paling sulit dan ’gelap pekat’ mengharapkan engkau berdoa, berjaga-jaga bersama dengan AKU sebelum AKU meminum cawan pahit sesungguhnya?”
DIA berkata, ”Inilah Kerajaan-Ku sesungguhnya. Inilah kehendak-Ku. Saat kau melakukan sesuatu yang tidak kau harapkan dan tak sesuai keinginanmu.”
Hati terasa tersayat–sayat,
Pedih dalam gesekan ego dan bijaksana ilahi.
Pikiran mau memberontak,
tapi diri sudah terkulai letih, terpelecok iga pangkal pahaku.
Namun,
Bethel yang kuharapkan dan katakan,
“Kerajaan-Mu datanglah, jadilah kehendak-Mu.”
Meski gaung gemanya tak selantang di permulaan doaku.
Kunikmati cara Tuhan bekerja dalam diriku.
Kuamati dan rasakan dampaknya, Tuhanku.
Rancanganku BUKANLAH rancangan-Mu.
Kerajaan yang ada di benak pikiran kehendakku – yaitu berkuasa atau menguasai dan memerintah – BUKANLAH sesuai Kerajaan-MU yang melayani dan mengobati atau membalut yang teraniaya dan tersakiti.
Kehendakku yang kuingini BUKANLAH kehendak-Mu yang dinyatakan.
Seperti langit dan bumi,
demikian mauku dengan rencana-Mu.
Tuhanku sedang mengajar, mendidik, mendisiplinkanku untuk menyadari kehadiran Kerajaan-Mu dan tentang jalan-Mu.
Kuingin belajar mengikuti dan menempuh jalan-Mu,
walau terjal, berliku, berbatu, dan tak mungkin kulalui secara nalar.
Itulah yang TERBAIK.
Dia tahu dan kenal siapa diriku sesungguhnya.
Dan tak jera tetap kukatakan dalam tiap doaku:
“Datanglah Kerajaan-Mu. Jadilah kehendak-Mu.”
Walaupun gaung gemanya sumbang dan hampir tak terdengar di tiup jeruji zaman.
AMIN.
Soli Deo Gloria
***