Pdt. Martus Maleachi
Seorang teman misionari yang berprofesi sebagai dokter ahli bedah anak bertanya kepada saya, “Mengapa Allah mengizinkan terjadinya pembantaian terhadap orang-orang Kanaan?” Baginya peristiwa ini bertentangan dengan rasa keadilan, peri kemanusiaan, dan belas kasihan. Apa yang sering kita baca dalam Perjanjian Baru (PB) mengenai Allah yang pengasih seakan sirna oleh pergumulan ini.
Apakah Allah dalam PB sama dengan Allah dalam Perjanjian Lama (PL)?
Tidak mudah untuk menjawab pertanyaan di atas karena fakta ini bukan hanya melibatkan aspek rasional atau pemikiran saja, tetapi juga aspek emosional atau perasaan. Aspek emosional sulit untuk dijawab dengan memuaskan. Setiap orang memiliki perasaan yang berbeda-beda dalam menanggapi suatu hal atau peristiwa. Christopher Wright dalam bukunya The God I don’t Understand, menyatakan bahwa sulit untuk memberikan solusi yang memuaskan untuk aspek emosional, tetapi perspektif yang tepat dapat membantu pemahaman kita.


Tulisan ini bertujuan untuk membawa kita melihat dari perspektif yang tepat. Perlu dipahami bahwa kata ketegasan dalam tulisan ini digunakan untuk menerjemahkan kata ‘righteousness’ yang umumnya diartikan sebagai kebenaran. Hanya saja, karena berkaitan dengan penghukuman, kata ketegasan dalam Bahasa Indonesia memberikan nuansa yang lebih tepat.
Pertama-tama, kita akan menelaah peristiwa tersebut lalu kita akan mencoba melihat apakah Allah dalam PL tidak berbeda dengan Allah dalam PB.
Perintah Tuhan untuk membumihanguskan orang Kanaan secara khusus tertulis dalam kitab Yosua (Yosua 6:16-24; bandingkan Ulangan 7:1-2). Walaupun demikian, ada beberapa bagian lain dalam PL yang membantu kita untuk lebih memahaminya.
Pertama, praktik pembumihangusan yang terjadi pada masa itu, atau istilah bahasa Ibraninya kherem, bukanlah sesuatu yang terus terjadi. Tidak semua perang dalam PL termasuk dalam kategori kherem. Praktik kherem juga umum dilakukan oleh bangsa-bangsa selain Israel.
Dalam kehidupan orang Israel, kherem terjadi hanya beberapa kali (1 Samuel 15:1-3; 2 Tawarikh 20:15-23). Tidak ada keuntungan bagi orang Israel melakukan kherem, sebab mereka tidak diizinkan untuk mengambil jarahan. Mengapa? Agar mereka tidak terpengaruh oleh segala kekejian orang Kanaan, sebagaimana dijelaskan dalam Ulangan 20:16-18:
20:16 Tetapi dari kota-kota bangsa-bangsa itu yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu menjadi milik pusakamu, janganlah kau biarkan hidup apapun yang bernafas,20:17 melainkan kau tumpas sama sekali, yakni orang Het, orang Amori, orang Kanaan, orang Feris, orang Hewi, dan orang Yebus, seperti yang diperintahkan kepadamu oleh TUHAN, Allahmu, 20:18 supaya mereka jangan mengajar kamu berbuat sesuai dengan segala kekejian, yang dilakukan mereka bagi allah mereka, sehingga kamu berbuat dosa kepada TUHAN, Allahmu.
Kedua, kehidupan sosial dan tata cara agama orang Kanaan merupakan suatu kekejian di hadapan Allah. Praktek-praktek penyembahan berhala seperti mempersembahkan manusia sebagai korban bakaran dan praktek hubungan seksual yang tidak bermoral di kuil-kuil dewa kesuburan (Imamat 18:24-30; 20:22-24; Ulangan 9:5; 12:29-31) tidak memperkenan Allah. Mereka sudah diberikan kesempatan untuk bertobat. Kepada Abraham, Allah menyatakan bahwa orang Israel akan datang ke sana setelah kekejian orang Amori, salah satu bagian dari orang Kanaan, sudah genap (Kejadian 15:13-16).


Perhatikanlah bahwa penghukuman ini terjadi setelah genap waktunya! Berarti, Allah telah memberikan waktu yang cukup kepada orang Kanaan untuk bertobat, tetapi hal itu tidak terjadi. Israel hanyalah alat di tangan Allah untuk mendatangkan hukuman bagi orang-orang Kanaan (Yosua 11:18-20). Orang Kanaan mengeraskan hati mereka. Tidak ada satupun dari mereka yang tidak berdosa. Di dalam dunia yang berdosa ini, penghukuman bukanlah hal yang Allah inginkan, tetapi harus dilakukan karena prinsip ketegasan dari Allah yang adil.
Ketiga, peristiwa pembumihangusan orang Kanaan bukan merupakan genosida. Dalam peristiwa ini tidak ada suatu ras yang lebih superior daripada yang lain. Alkitab jelas mengatakan bahwa Israel dipilih oleh Tuhan bukan karena mereka superior, tetapi karena mereka menjadi alat di tangan Tuhan untuk menghukum kefasikan bangsa Kanaan (Ulangan 9:4-6). Allah bisa saja menghukum mereka secara langsung seperti dalam peristiwa air bah (Kejadian 6-8) atau Sodom dan Gomora (Kejadian 19). Dalam menghukum orang Kanaan, Allah memakai orang Israel sebagai alat-Nya.
Keempat, Allah adalah Allah yang adil. Ketegasannya juga dinyatakan kepada orang Israel. Jikalau mereka hidup menurut tata cara dan kebiasaan orang Kanaan dan menyembah berhala, maka mereka juga akan mengalami hal yang sama. Tuhan menggunakan bangsa lain, yakni Asyur dan Babilonia untuk menghukum orang Israel dan Yehuda dan membawa mereka ke pembuangan (2 Raja-raja 17:6-6; 24:20-25:7).
Alkitab juga menuliskan bahwa selain Israel, Allah memakai bangsa-bangsa lain sebagai alat penghukuman kepada orang non-Israel. Ulangan 2:18-23 mengatakan:
2:18 Pada hari ini engkau akan berjalan melintasi perbatasan Moab, yakni Ar, 2:19 maka engkau sampai ke dekat bani Amon. Janganlah melawan mereka dan janganlah menyerang mereka, sebab Aku tidak akan memberikan kepadamu apapun dari negeri bani Amon itu menjadi milikmu, karena Aku telah memberikannya kepada bani Lot menjadi miliknya. 2:20 –Negeri inipun dikira orang negeri orang Refaim. Dahulu orang Refaim diam di sana, tetapi orang Amon menyebut mereka orang Zamzumim, 2:21 suatu bangsa yang besar dan banyak jumlahnya, tinggi seperti orang Enak, tetapi TUHAN telah memunahkan mereka dari hadapan bani Amon, sehingga orang-orang ini menduduki daerah mereka dan menetap di sana menggantikan mereka; 2:22 seperti yang dilakukan TUHAN bagi bani Esau yang diam di Seir, ketika Ia memunahkan orang Hori dari hadapan mereka, sehingga mereka menduduki daerah orang Hori itu dan menetap di sana menggantikan orang-orang itu sampai sekarang. 2:23 Juga orang Awi yang diam di kampung-kampung sampai Gaza, dipunahkan oleh orang Kaftor yang berasal dari Kaftor, lalu orang Kaftor itu menetap di sana menggantikan mereka.
Allah sangat adil. Pada waktu orang Israel tidak bertobat dari dosa mereka, Israel juga mengalami penghukuman dan bahkan kekejian yang sama. Allah tidak berat sebelah, Israel dihukum sama beratnya. Allah bahkan mengizinkan Bait Allah, yang adalah pusat peribadatan dan penyembahan kepada-Nya, dihancurkan oleh raja Nebukadnezar dari Babilonia.
Beberapa argumentasi yang telah dikemukakan di atas menunjukkan betapa tegasnya Allah dalam menghukum dosa manusia. Dia menyatakan hal ini dalam kehidupan bangsa-bangsa di dunia. Dia adalah Allah yang berkuasa atas semua bangsa di muka bumi dan secara adil menghukum mereka yang berdosa terhadap Dia.
Hukuman Allah adalah hukuman yang diberikan kepada semua orang berdosa. Abraham bernegosiasi dengan Allah sebelum Sodom dan Gomora dihukum. Jelas terlihat bahwa Allah tidak pernah menghukum orang yang benar. Dia menghukum orang yang berdosa (Kejadian 18:23-25).
Dalam PB, hukuman atas dosa juga diberitakan secara tegas. Beberapa bagian PB menjelaskan bahwa hukuman atas semua orang berdosa adalah siksaan yang kekal di neraka (Matius 10:15; 13:40-42; 18:34; 22:13; 25:41; Yakobus 2:13; 1 Petrus 4:17; 2 Petrus 2-3). Artinya, baik dalam PL maupun PB, Allah serius menghukum dosa manusia. Bahkan, hukuman dalam PB justru lebih keras:
10:26 Sebab jika kita sengaja berbuat dosa, sesudah memperoleh pengetahuan tentang kebenaran, maka tidak ada lagi korban untuk menghapus dosa itu.10:27 Tetapi yang ada ialah kematian yang mengerikan akan penghakiman dan api yang dahsyat yang akan menghanguskan semua orang durhaka. 10:28 Jika ada orang yang menolak hukum Musa, ia dihukum mati tanpa belas kasihan atas keterangan dua atau tiga orang saksi. 10:29 Betapa lebih beratnya hukuman yang harus dijatuhkan atas dia, yang menginjak-injak Anak Allah,yang menganggap najis darah perjanjian yang menguduskannya, dan yang menghina Roh kasih karunia? 10:30 Sebab kita mengenal Dia yang berkata: “Pembalasan adalah hak-Ku. Akulah yang akan menuntut pembalasan.” Dan lagi: “Tuhan akan menghakimi umat-Nya.” 10:31 Ngeri benar, kalau jatuh ke dalam tangan Allah yang hidup. (Ibrani 10:26-31).
PL, sebaliknya, menyatakan kasih Allah kepada semua bangsa. Alkitab mencatat bahwa Rahab, seorang wanita Kanaan yang bertobat dan datang kepada-Nya (Yosua 2) diselamatkan. Selain itu ada Rut, seorang Perempuan Moab (Rut 1:16-17), Naaman orang Syria (2 Raja-raja 5), dan janda di Sarfat (1 Raja-raja 17).
Tuhan memperhatikan orang-orang asing yang tinggal di Israel. Mereka dilindungi dan diperlakukan dengan baik (Keluaran 22:21; 23:9; Imamat 19:34; Ulangan 10:17-19; 24:17-18). Perlakuan ini didasari oleh fakta bahwa Israel juga pernah menjadi orang asing di Mesir (Ulangan 10:18-19).
Kasih Allah dan keadilan penghukuman-Nya tidak berubah di dalam PL maupun PB. Ketegasan Allah terhadap dosa dan keadilan-Nya menghukum segala dosa dan kejahatan manusia inilah yang membawa Tuhan Yesus datang untuk menggantikan manusia yang berdosa. Di sini keadilan dan kasih Allah bertemu, sehingga di atas kayu salib penebusan dan pengampunan dosa dapat terjadi.
Salib hanya dapat dimengerti jika kita melihat ketegasan penghukuman Allah dalam PL. Jika dosa harus dihukum, siapakah yang harus menanggungnya? Di sinilah kasih Allah dinyatakan. Tuhan Yesus, Allah sendiri, datang untuk menanggung dosa manusia. Ketegasan hukuman dosa dinyatakan, tetapi Allah memberikan jalan keluar melalui Kristus. Siapa yang percaya kepada-Nya akan memperoleh keselamatan.
Kasih Allah terhadap manusia yang datang kepada-Nya tetap sama dalam PL dan PB. Allah tidak berubah.
Bagi kita saat ini, ingatlah untuk tidak bermain-main terhadap ketegasan Allah. Dia memberikan kesempatan kepada kita untuk datang kepada-Nya dan memperoleh pengampunan-Nya. Jika sudah genap waktunya, maka hukuman itu akan dating, bahkan jauh lebih mengerikan daripada hukuman yang dijatuhkan kepada orang-orang Kanaan melalui tangan orang Israel. Akan tetapi, kasih-Nya diberikan kepada mereka yang mau datang kepada-Nya. Dia adalah Allah yang adil dan pengasih (2 Petrus 3:1-18).
***
Tentang Penulis
Pdt. Martus Maleachi mengawali studi teologi di Seminari Alkitab Asia Tenggara, Malang, pada 1993. Ia kemudian menempuh pendidikan di Calvin Theological Seminary, Amerika Serikat, dan meraih gelar Master of Theological Studies (MTS) pada 1998 dan Master of Theology (Th. M.) pada 2000. Terakhir, pada 2010, ia meraih gelar Doctor of Philosophy (Ph. D.) dari The Southern Baptist Theological Seminary, Amerika Serikat. Saat ini Pdt Martus Maleachi bekerja sebagai dosen di Moffat Bible College, Kijabe, Kenya.
—–
1 Christopher J. H. Wright, The God I Don’t Understand, (Grand Rapids: Zondervan, 2008): 86
2 Pemaparan bagian ini bersumber dari tulisan Wright, The God I Don’t Understand, 73-108 dan Bill T. Arnold and Bryan E. Beyer, Encountering the Old Testament, ed. 3 (Grand Rapids: Baker, 2015), 143.
3 Kata kherem sendiri berarti didedikasikan/dikhususkan bagi Allah atau didedikasikan untuk dihancurkan. Dalam Yosua 6, kata ini dipakai dalam ayat 17: Dan kota itu dengan segala isinya akan dikhususkan bagi TUHAN untuk dimusnahkan. Lihat David M.Howard, Joshua, New American Commentary (Nashville: Broadman and Holman,1998): 172-73.
No Comment! Be the first one.