Penulis: Liany Suwito
“Kami pemuda pemudi lintas iman bersumpah untuk melestarikan tanah dan air yang satu, bumi Indonesia.”
Itulah sebuah sumpah yang saya dan teman-teman lain sebutkan dalam sebuah pertemuan yang bernama Temu Orang Muda Lintas Iman Peduli Lingkungan di awal bulan November 2019 lalu.
Kegiatan yang diadakan dalam rangka Sumpah Pemuda oleh organisasi dan komunitas peduli lingkungan dan sampah ini memang menjangkau peserta dari beragam latar belakang agama. Karena mengingat permasalahan lingkungan bukanlah masalah yang dialami satu agama saja, melainkan setiap manusia dan setiap makhluk hidup yang ada di bumi.
Selama dua hari satu malam, kami dipaparkan dengan banyak hal mengenai isu lingkungan. Mulai dari permasalahan pengelolaan sampah di Indonesia, perubahan iklim di dunia, hingga berbagai gerakan peduli lingkungan yang diprakarsai oleh orang-orang muda di Indonesia.
Namun dari beberapa pertemuan mengenai lingkungan yang pernah saya ikuti, hal yang pasti selalu diungkit adalah bagaimana manusia sebagai makhluk hidup di bumi selalu menjadi ‘juara’. Ya juaranya dalam berkontribusi merusak lingkungan, dimana saya dan Anda termasuk di dalamnya.
Mengapa Manusia?
Tahukah Anda, kentut dan sendawa Anda dan saya turut menjadi penyumbang gas rumah kaca yang mengakibatkan pemanasan global? Tapi jangan khawatir dan jangan ditahan karena jumlahnya memang tidak signifikan. Tentu tidak signifikan bila dibanding emisi gas rumah kaca yang kita hasilkan dari limbah industri, pembuangan sampah, pembakaran hutan, asap kendaraan, dan lain-lainnya yang selalu berakibat buruk; bukan hanya untuk manusia tetapi juga untuk setiap tumbuhan dan hewan-hewan yang hidup bersama kita di bumi.
Tapi manusia ya begitu, saya juga kadang berkeluh kesah sulitnya menjadi manusia. Harus bisa mengontrol diri dan tahu kapan harus berkata dan merasa cukup. Kapan harus melihat lemari baju dan berkata aku sudah tidak perlu membeli pakaian lagi. Kapan harus melihat kulkas dan melihat oh ada banyak yang bisa aku makan hari ini. Kapan harus berhenti bermain gadget lalu melihat ke sekeliling dan berkata wah indahnya hari ini.
Semua begitu nyata: Keserakahan menjadi dasar dari kerusakan lingkungan dan bumi kita, bahkan kehidupan kita sendiri. Terbukti dari Earth Overshoot Day yang semakin maju tiap tahunnya dan sudah kita alami tahun ini pada akhir bulan Juli 2019.
Earth Overshoot Day yang diprakarsai oleh Global Footprint Network adalah Hari Melampaui Batas dimana sumber daya yang kita konsumsi pada tahun ini melebihi batas dari apa yang bisa dihasilkan alam dalam satu tahun ini. Semakin maju harinya maka menandakan bahwa semakin banyak kita berhutang dan meminjam sumber daya yang seharusnya kita nikmati di masa depan. Bayangkan saja dengan keadaan kita saat ini berarti kita telah memakai hampir satu setengah kali bumi untuk mencukupi kebutuhan kita tahun ini. Padahal satu bumi seharusnya sudah sangat lebih dari cukup bila setiap manusia—iya Anda dan saya—hanya mengkonsumsi apa yang kita butuhan saja dan bukan semua yang kita inginkan.
Ya terlalu banyak memang kerusakan yang sudah kita hasilkan, yang mungkin kalau dijabarkan seribu buku pun tidak akan cukup. Tapi manusia ya begitu, karena huru-hara ini sebenarnya sudah berawal dari Adam dan Hawa yang memakan buah pengetahuan yang baik dan jahat. Jika saja Adam dan Hawa sudah puas dengan buah-buahan lain, mungkin mereka tidak merasa perlu memakan buah pengetahuan itu.
Manusia Bisa Apa?
Manusia memang berada di puncak rantai makanan dan diminta Tuhan untuk berkuasa atas bumi. Tapi manusia kenyataannya bisa bebas bernapas menghirup oksigen berkat bantuan pohon-pohon dan tumbuhan dan fitoplankton-fitoplankton di laut yang sudah diciptakan Tuhan untuk memproduksi oksigen yang dibutuhkan setiap makhluk hidup.
Jadi kita tidak boleh lupa bahwa realitasnya manusia bisa hidup saat ini berkat alam yang sudah dirancang Tuhan untuk mencukupi kebutuhan kita.
Tapi patut diakui juga, saat ini semakin banyak manusia yang memperhatikan dan peduli akan kelestarian alam sehingga semakin banyak gerakan-gerakan positif yang muncul. Kita pun sebagai umat Kristiani tidak boleh kalah dan lemah, karena menjadi baik dan benar selalu mulai dari diri sendiri.
Apakah kita mau meluangkan sedikit waktu di akhir pekan untuk menanam pohon? Apakah kita mau meluangkan sedikit tenaga untuk memilah sampah? Apakah kita mau meluangkan pikiran untuk mengendalikan konsumsi kita dan tidak membuang-buang makanan? Atau apakah kita mau meluangkan hati kita untuk lebih peduli pada tanah, air, langit, tumbuhan, serangga, hewan-hewan, dan juga manusia yang ada di sekitar kita?
Karena semua itu indah dan baik adanya saat Tuhan menjadikannya, janganlah kita yang akhirnya menjadi perusaknya.
Marilah kita sambut masa depan dengan menjadi manusia yang baru. Manusia yang bisa berkata cukup untuk dirinya dan mulai bekerja untuk manusia dan alam di sekitarnya.
No Comment! Be the first one.